Gubuk Berkisah

Gubuk Berkisah

Menjadi 'Senior' Bukanlah Kemutlakan Lebih Baik dari Juniornya

Ilustrasi. (Foto:Istimewa).


GUBUKBERKISAH.MY.ID- Senioritas dalam dunia organisasi kepemudaan dan organisasi lainnya seringkali dicap sebagai kendala dalam memajukan organisasi. 

Meski demikian, masalah senioritas akan selalu muncul pada setiap generasi di organisasi. Entah diamini sebagai takdir atau disetujui sebagai sebuah tradisi. 

Seringkali muncul sikap senior merasa "yang maha bisa", karena dianggap telah melewati lebih dulu dibandingkan juniornya. Anggapan seperti ini menurut saya adalah suatu kebodohan. 

Menjadi senior, bukan berarti jauh lebih baik dari juniornya (entah dalam aspek kemampuan maupun kualitas pribadi). Tulisan ini saya tulis untuk saling mengingatkan saudara-saudara saya yang sama-sama "senior" pada beberapa satuan organisasi. 

"Senior itu hanya kebetulan lahir duluan dan merasakan dulu, bukan jaminan punya skill lebih baik dan atau pengalaman lebih tinggi," ujar salah seorang sesepuh di organisasi saya. 

Pemahaman seperti yang disampaikan senior saya itu saya pegang betul. Sebab saya sendiri menyadari sebagai senior memang tidak segalanya lebih baik daripada junior saya. Bahwa senior harus dihormati memang iya, karena umur. 

Selebihnya, apalagi jika sudah berbicara kemampuan, maka jam terbang yang akan berbicara. 

Maka janganlah malu untuk belajar dari junior-junior. Siapa tahu, mereka itu punya lebih daripada senior, hanya saja tak terungkapkan. 

Saya sendiri tidak setuju kalau ada yang bilang senior selalu benar (kecuali kalau senior itu cewek, karena cewek selalu benar). 

Senior yang baik bagaikan mendidik adiknya. Sama halnya hubungan antar saudara kandung, kakak harusnya mendidik adiknya untuk menjadi lebih baik. Apabila sudah lebih baik, ya jangan malu atau merasa "kalah" dengan juniornya. 

Justru dengan kualitas junior yang lebih baik dari seniornya merupakan indikator keberhasilan dalam mendidik adik-adiknya. 

"Lebih baik" yang saya maksud disini adalah terkait dengan kemampuan, entah soft skill maupun hard skill. 

Sebagaimana leluhur meninggalkan adat dan tradisi, maka seyogyanya senior juga ikut menurunkan budaya dan kebiasaan yang baik bagi penerusnya. 

Bukan malah menghajar dengan alasan "pendidikan mental", atau merundung junior dengan dalih "biar tangguh". 

Lagipula, kualitas junior yang buruk tidak bisa disalahkan seratus persen kepada junior itu. Apalagi bagi organisasi yang memang erat dengan didikan senior ke junior. 

Harusnya, bila terjadi penurunan kualitas pada junior, seniorlah yang pertama kali merasa "gagal" atau "kurang maksimal" dalam melakukan pembinaan. 

Mendidik dengan tegas dan bijaksana bukan berarti keras dan penuh drama, melainkan terukur dan sesuai dengan porsinya. 

Mendengar kasus-kasus kematian akibat ulah senior kepada juniornya, saya sendiri sebenarnya risih mendengarnya. Bodoh sekali, lha wong kalau dipikir-pikir organisasi itu butuh penerus untuk melanjutkan, bukan malah mematikan semangat junior atau bahkan mematikan kehidupannya. 

Tindakan  berlebihan itu biasanya karena senior yang gila hormat, gila dipandang, atau lebih buruk lagi merasa "Yang Maha Benar". 

Bagi siapapun kalian yang sedang menjadi junior, jangan berkecil hati atau takut pada senior. Bila ada hal yang kurang tepat atau bahkan menyimpang, jangan segan untuk memberi masukan. 

Pendidikan itu proses belajar mengajar antara keduanya, baik pemberi ilmu maupun penerimanya. 

Belajar mengajar disini bukan berarti senior mengajar junior belajar, pada beberapa hal bisa saja junior mengajar senior belajar. 

Belajar dan mengajar itu merupakan hubungan dua arah, bukan satu arah.

Tentu memberi masukan kepada senior tidak bisa disamakan seperti memberi masukan ke teman sebaya. 

Trik sederhana yang dulu saya pakai saat masih junior adalah dengan memposisikan diri lebih rendah, sedikit memuji dulu di awal, baru menyampaikan pokok pesan. 

Satu lagi, jangan lupa timing yang pas. Jangan pernah kasih masukan di saat senior lagi merasa di atas awan, marah, atau bahkan emosi. 

Memberi masukan pada kondisi seperti itu hanya akan berujung pada debat kusir, jadi kenali betul sikap dan watak mas-mas atau mbak-mbak mu itu. 

Bagi yang sedang menjadi "senior" di organisasi apapun itu, jangan sekali-kali merasa “Yang Maha Benar”. 

Ingat bahwa roda nasib berputar, siapa tahu juniormu itu bisa menyalip lebih baik, dan nanti kalau sudah lebih baik, jangan tersinggung atau marah karena merasa “kalah”.

Meski demikian, hal ini bukan berarti mengesampingkan tindakan kedisiplinan pada junior. Senior masih dapat memberi peringatan atau teguran kepada juniornya kalau-kalau memang mbeling atau nakal. 

Beri teguran yang mendidik, jangan kasih tindakan yang semena-mena apalagi sampai harus diecburkan ke kolam lele, makan nasi di atas tanah, atau bahkan adu jotos.

Harmonisnya hubungan antara senior dan junior juga akan berdampak pada pola pengelolaan dalam organisasi itu sendiri. 

Hal tersebut akan menghasilkan budaya kerja yang sehat, yang saling melengkapi satu sama lain. Sehingga tujuan organisasi bisa tergapai dengan hasil yang maksimal.

 

Posting Komentar

0 Komentar