Gubuk Berkisah

Gubuk Berkisah

Terang dalam Gelap Temaram


Puisi ini ditulis saat api semangat itu perlahan padam. Namun yakinlah, menjadi api unggun yang menghangatkan terkadang perlu dimulai dari bara api yang kecil, yang bahkan rentan padam karena terpaan angin. 

Kepedulian dianggap menganggu 
Kritis dianggap kiri dan melawan 
Kader menjadi apatis dan jenuh hingga keluar 
Nasib baik masih mau aktif membina di satuan 
Mayoritas memilih berhenti daripada "kecemplung" kolam panas 

Sebagian kecil lainnya memilih untuk hanyut 
Melebur diri pada budaya-budaya kotor 
Wajahnya cukup tebal untuk diberi cap brengsek 
Kebanggaannya tinggi meski tak punya malu jadi pembantu di rumah sendiri 

Era perlawanan akan segera berakhir 
Menjadi oposisi bagi Gen Z rupanya buat bulu kuduk merinding 
Takut dirinya kehilangan legasi 
Alih-alih ikut berpikir, "tembelan" baju dan goda jadi mudah disetir 
Ah payah, malu sama hasdukmu! 
Lebih baik lepas saja itu 

Orang muda suka berkarya 
Hanya jadi kiasan belaka 
Rumahnya amburadul hancur dari pondasi hingga atapnya 
Kader muda hanya peduli dengan tali pusarnya 
Terlalu naif untuk berani maju memerangi kekeliruan 
Sebagian mereka yang lantang memprotes 
Gugur dengan sendiri karena "super power" yang membuat kicauan mereka hanya sebatas keramaian dunia 

Bukannya tengah mengglorifikasi atau mencari justifikasi 
Orang-orang sebangsa saya terbilang cukup aneh dapat bertahan di kubangan busuk sejauh ini 
Berusaha menjadi terang dalam gelap temaram 
Berjuang menjadi api unggun di tengah kegelapan malam 
Meski keadilan sepertinya jauh dari mata 
Tapi nurani masih membimbing kita hingga dapat menjadi seperti sekarang 

Saya tidak akan berhenti sampai disini untuk terus berkicau 
Walau telinga pemangku kebijakan itu mendengar, sepertinya orang tuli sekalipun jauh lebih paham daripada mereka 
Salam pandu 
Dari kadermu yang tak kau hiraukan 

Posting Komentar

0 Komentar