Gubuk Berkisah

Gubuk Berkisah

(PART 2) Gunung Jokolangan : Perjalanan Menembus Belukar

GUBUKBERKISAH.MY.ID- Usai menyegarkan tenggorokan dan menjawab dahaga karena terik panas matahari di pos mata air, kaki mulai melanjutkan perjalanan menuju pos 1. 

Jalur menuju pos 1 ini mulai menanjak. Pelan tapi pasti, kaki-kaki yang lama tak dilatih ini menyesuaikan tempo agar tidak cepat lelah. Nafas sedikit tersengal. Maklum, nafas gudang garam. 

Bang Jiwo sudah berada jauh di hadapan. Saya memang tidak ingin tergesa-gesa menuju puncak. Bahkan sekalipun tak sampai puncak, saya sih oke-oke saja. Prinsip sebuah perjalanan adalah berangkat selamat pulang selamat, jadi tak ada ambisi yang perlu dikuatirkan. 

Mendaki gunung bagi saya adalah media mengelola emosi, ambisi, dan keinginan diri. Mengukur seberapa jauh mental dan fisik dalam menghadapi tantangan di hadapan. 

Sekitar 30 menit dari pos mata air, tanjakan curam tepat berada di hadapan. Trek kali ini cukup panjang dan licin. Kira-kira 50 meter jauhnya, dan akhirnya shelter pos 1 mulai terlihat. 

POS 1 ARUH-ARUH

Sesampainya kami di pos 1, perut mulai berdemonstrasi membunyikan suara keroncongan. Dengan sigap tanggap sak kecekel e panganan, sebungkus mie akhirnya tersaji di hadapan.

Makan siang kali ini cukup istimewa. Selain kenikmatan mie goreng yang bau bumbunya bak menampar indra penciuman itu, rupanya hamparan keindahan alam sekitar Jokolangan menyambut sejauh mata memandang.

Kami tak perlu waktu lama untuk menikmati makan siang. Kira-kira 15 menit kemudian kami berlanjut untuk meneruskan perjalanan.

Sekitar pukul 13.15 kaki-kaki yang mulai lelah ini akhirnya berjalan menopang tas berat itu lagi.

Tak lama setelah pos 1, jalur masih terus menanjak. Kami pun melewati pinggir jurang dengan jalur yang kembali melandai.

2 ekor lutung nampak bergelantungan seakan takut melihat dua ekor manusia ini mak bedunduk muncul dari kejauhan.

Di tengah jalur itu, saya juga melihat ada kotoran luwak yang berceceran di pinggir-pinggir jalur. Tak heran, komoditi kopi yang ada di bawah mungkin saja membuat luwak itu bisa bersantap ria setiap hari.

Jalur pinggiran jurang itu tidak lama. Trek kemudian menjadi punggungan dengan jurang di sisi kiri dan kanan. 

Siulan burung jalak dan suara kicau sulingan hampir lantang terdengar di sekitar jalur tersebut. Saya sendiri sampai lena, padahal jalur yang dilalui makin laju makin menanjak.

Obstacle seperti pohon melintang mulai kami temukan di sini. Belakangan itulah nanti yang terus menerus jadi tantangan pada jalur sampai dengan pos 3.

Tepat pada ujung punggungan itu, vegetasi rapat mulai menutup jalan. Langkah setapak yang tadinya kencang berubah pelan. Kami sampai harus mengeluarkan pusaka pisau rimba.

Jalu vegetasi tertutup ini benar-benar menguras energi. Jalan betul-betul samar terlihat. Beruntung, sesekali masih ada stiker warna menempel di pohon sebagai tanda. 

Hampir 1 jam kami berjibaku dengan vegetasi rapat itu. Pakaian mulai compang campinh tak karuan dengan luka baret kecil di kedua tangan. 

Semak belukar penuh duri, masih ditambah pohon ambruk yang melintang akan kalian temui pada etape jalur ini. Kami bahkan bergurau, berimajinasi seakan-akan Indiana Jones lagi berburu harta karun.

POS 2 SURUPAN

Lepas vegetasi tertutup, shelter tak beratap akhirnya menyambut pandangan. Di atas tiang reot tertulis tulisan "Pos 2 Surupan".

Waktu menunjukkan pukul 14.30. Kami berjalan sangat santai lantaran lama tak mendaki gunung. 1 jam lebih kami berjalan dari pos 1 menuju pos 2.

Nafas saya cukup tersengal sampai di pos 2 ini. Kami pun sebentar membaringkan tubuh sembari memakan coklat untuk menambaj energi. Tak lupa air dari vedples ditenggak dengan penuh kehati-hatian agar tetap irit.

Kami beristirahat sekitar 20 menit di pos ini. Sekira pukul 14.50 kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos 3.

Lepas dari pos 2, jalur makin menanjak ringan dengan akar pohon yang dominan sepanjang jalur.

Langkah kaki berjalan makin pelan. Waktu berjalan rasanya semakin lama. Entah mengapa di perjalanan kali ini saya pribadi terasa tergesa-gesa hingga lupa mengatur irama nafas.

Jalur yang makin menanjak lagi-lagi ditemui pohon melintang yang makin menguras energi. Beberapa kali kami harus melompati pohon besar yang melintangi jalur.

Waktu semakin sore, dan harapan mencapai puncak sebelum magrib sedikit demi sedikit saya urungkan.

Dengan kondisi fisik yang sudah kelelahan, saya pun menukar tas saya dengan tas bang Jiwo. Pergerakan pun dilanjutkan. 

POS 3 BATUR BAYI

Sekitar 45 menit dari pos 2, kalian akan tiba di pos 3 Batur Bayi. Kondisi shelter nampak ambruk dan sumber air mati.

Melihat cadangan air minum untuk memasak dan bergerak, saya ragu untuk melanjutkan perjalanan. Apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 15.35. Dalam disiplin ilmu kami, setidaknya 2 jam sebelum matahari terbenam ada baiknya untuk mendirikan shelter dan baru melanjutkan perjanan keesokan paginya.

Meski begitu, bang Jiwo masih ingin berlanjut. Di pos 3 ini kami juga bertemu dengan rombongan Sispala sebanyak 10 orang. Mereka tadinya berangkat lebih dahulu dari kami. Mereka bahkan mulai mendaki 1,5 jam sebelum kami berangkat trekking dari BC.

Sembari duduk saya merenungi, "Cepat juga pergerakanku, bisa ketemu rombongan yang berangkat lebih dulu".

Tapi saya tak mau ambil pusing, saya tetap berkeyakinan untuk tetap beristirahat dan mendirikan shelter di pos 3.

Bang Jiwo masih kekeuh untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya saya pun mengalah. Perjalanan pun berlanjut.

Jalur menuju pos 4 bayangan semakin curam dan tentunya masih ditambah banyaknya pohon melintang di beberapa titik jalur. 

Saya menghitung, kira-kira sejak punggungan di atas pos 1, sudah ada 6 pohon yang kami lompati karena melintang jalur.

Hujan pun turun di sela-sela jalur menuju pos 4. Ponco pun dengan sigal saya keluarkan menutupi seluruh perlengkapan dan tubuh saya. Pelan namun pasti, kaki kaki yang sudah lelah ini saya paksakan untuk melanjutkan pergerakan.

PERTIMBANGAN PENTING

Sekitar 1 jam setelah pos 3, kami tak kunjung menemui pos 4 bayangan. Mungkin karena kecepatan kami yang sangat pelan karena sudah kelelahan. 

Waktu menunjukkan pukul 17.30. 1,5 jam pun tak kita temui pos 4 bayangan. Saya dengan tegas mengingatkan bang Jiwo.

 "Mandeg! Iki wes magrib, masak sek ngisi weteng terus mudun neng pos 3!," ujar saya.

Saya harus menegaskan keputusan itu lantaran saya bukan orang yang suka bergerak di malam hari. Selain resiko yang makin tinggi, jalur di Gunung Jokolangan via Wonorejo bisa di bilang sepi dan jarang ada pendaki. Maka kemungkinan disorientasi jalur menjadi semakin meningkat. Saya juga tidak membawa kompas dan peta, mungkin kalau saya membawa, saya tentu pede saja melanjutkan perjalanan.

Kami pun memasak dan mengisi perut kami. Kira-kira hingga pukul 18.45 kami berhenti di pinggir jalur untuk beristirahat. 

KEMBALI KE POS 3 BATUR BAYI 

Hari semakin gelap. Senter pun kami nyalakan. Setelah semua peralatan memasak dan makanan kami packing, perjalanan turun kembali ke pos 3 Batur Bayi kami lakukan. 

Baru saja berjalan kira-kira 5 menit, kami menemui percabangan jalur yang rancu. Tidak ada tanda-tanda stiker antara keduanya. Tapi bang Jiwo memilih untuk ambil lajur kiri. Saya mengiyakan saja, dalam kondisi yang lelah, saya malas berdebat. Selain menimbulkan kepanikan, berdebat hanya menguras energi saya. 

Rupanya jalur kiri adalah jalur buntu. Kami dihadapkan pohon besar melintang menutupi jalur. Kami pun kembali ke pertigaan awal. 

Nafas saya makin berat di sini. Tapi beruntung, disorientasi jalur ini bukan kali pertama saya alami. Sebelumnya pada tahun 2019 saya bersama bang Jiwo juga pernah mengalami hal yang sama di wilayah latihan saat survei untuk diksar survival kala itu. 

Sesampainya di pertigaan awal, kami memilih jalur ke kanan. Beruntung, tanda-tanda jalur kembali ditemukan dan perjalanan berlanjut. 

BIVAK BERDIRI DAN LELAP 

Jam menunjukan pukul 19.24 saat bivak dari flysheet kami berdiri. Iya, kami memang tidak membawa tenda. Kami lebih senang mendirikan bivak dengan flysheet lantaran lebih ringan.

Punggung saya tiba-tiba nyeri tak karuan. Segera saya ambil IFAK (Individual First Aid Kit) di dalam tas carrier saya. Sebungkus obat Sanmol pereda nyeri saya minum dan langsung terlelap. (BERSAMBUNG)

Posting Komentar

0 Komentar